Akhlak Terhadap Diri Sendiri Dalam Islam
Akhlak Terhadap Diri Sendiri Dalam Islam - Paling tidak,
seorang muslim adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. Siapapun dia, seorang
muslim tentu akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang telah diperbuat
terhadap dirinya sendiri. Oleh karena itulah, Islam memandang bahwa setiap
muslim harus menunaikan etika dan akhlak yang baik terhadap dirinya sendiri,
sebelum ia berakhlak yang baik terhadap orang lain. Dan ternyata hal ini sering
dilalaikan oleh kebanyakan kaum muslimin.
Secara garis
besar, akhlak seorang muslim terhadap dirinya dibagi menjadi tiga bagian;
terhadap fisiknya, terhadap akalnya dan terhadap hatinya. Karena memang setiap
insan memiliki tiga komponen tersebut, dan kita dituntut untuk memberikan hak
kita terhadap diri kita sendiri dalam ketiga unsur yang terdapat dalam dirinya
tersebut:
A. Terhadap Fisiknya
Setiap insan,
Allah berikan anugerah berupa fisik yang sempurna. Kesempurnaan fisik manusia
ini, Allah katakan sendiri dalam Al-Qur'an (QS. 95 : 4)
Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Kesempurnaan
fisik ini, merupakan sesuatu yang harus disyukuri. Karena Allah hanya
memberikannya pada manusia. Adapun salah satu cara dalam mensyukurinya adalah
dengan menunaikan hak yang harus diberikan pada fisik kita tersebut, yang
sekaligus merefleksikan etika kita terhadap fisik kita sendiri. Diantara hal
tersebut adalah:
1. Seimbang dalam mengkonsumsi makanan.
Hak yang harus
kita penuhi terhadap fisik kita adalah dengan memberikan makanan dan minuman
yang baik dan sehat, sehingga fisik kita pun dapat tumbuh dan bekerja dengan
baik dan sehat pula. Seorang muslim sangat menyadari hal ini, dan oleh
karenanya ia tidak akan menkonsumsi makanan yang akan memberikan madharat
terhadap dirinya tersebut. Dan termasuk dalam kategori yang memberikan mudharat
adalah mengkonsumsi makanan secara berlebihan. Islam sendiri telah memberikan
larangan kepada para pemeluknya untuk berlebihan dalam menkonsumsi makanan.
Allah berfirman (QS. 7 : 31)
"Makan
dan minumlah kalian, dan janganlah kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan."
Dalam sebuah
hadits, Rasulullah SAW bahkan memberikan rincian batasan dalam masalah
mengkonsumsi makanan. Beliau mengatakan:
Janganlah
seseorang itu mengisi perutnya sesuatu yang buruk baginya. Dan apabila tidak
menyulitkan baginya hendaknya ia mengisi sepertiga untuk makanannya, sepertiga
untuk minumannnya dan sepertiga lagi untuk dirinya.
(HR.
Ahmad & Turmudzi)
2.
Membiasakan diri untuk berolah raga & hidup
teratur.
Islam sangat
menginginkan terciptanya kondisi yang baik dan teratur bagi para pemeluknya.
Bekerja teratur, makan teratur, tidur teratur, belajar teratur dan juga berolah
raga secara teratur. Sebagai contoh menyegerakan tidur dan juga menyegerakan
bangun. Tidak tidur ba'da subuh, tidak tidur ba'da ashar dan lain sebagainya.
Di samping itu,
Islam juga menganjurkan pada pemeluknya untuk menjaga fisik dengan membiasakan
diri berolah raga. Agar diri seorang mu'min menjadi kuat dan sehat. Dalam
sebuah hadits Rasulullah SAW mengatakan kepada kita:
Seorang
mu'min yang kuat, lebih baik dan lebih dicintai Allah dari pada seorang mu'min
yang lemah. (HR. Muslim)
Jika fisik kaum
muslimin kuat, tentulah hal ini akan dapat menggetarkan para musuh-musuh Islam,
yang tiada henti-hentinya membuat makar terhadap agama Allah ini. Oleh
karenanya kita melihat betapa Allah memerintahkan kita untuk mempersiapkan
kekuatan kita. Dan olah raga merupakan salah satu cara untuk mempersiapkan
kekuatan tersebut. Allah berfirman (QS. 8 : 60)
Dan
persiapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan
dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang, yang dapat menggentarkan musuh
Allah , musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya,
sedang Allah mengetahuinya.
3.
Tidak melakukan hal-hal yang memberikan madharat bagi
fisik dan kesehatannya.
Terkadang manusia
senang untuk melakukan hal-hal tertentu yang terlihat menyenangkan dan
mengenakkan meskipun hal tersebut akan menimbulkan madharat terhadap dirinya
sendiri. Diantara tersebut antara lain, berlebihan dalam menkonsumsi kopi atau
teh, tidur terlalu larut malam dan merokok. Hal yang terakhir disebut (yaitu
rokok) bahkan sudah seperti menjadi "kebiasaan wajib" bagi orang
tertentu. Sementara jika dilihat dari aspek syar'inya, rokok merupakan sesuatu
yang melanggar syar'i dan hukumnya haram, kecuali menurut sebagian ulama di Indonesia
yang cenderung berfatwa bahwa hukumnya adalah makruh. Hal ini bisa dimaklumi
karena sebagaian besar ulama di Indonesia
masih belum mampu meninggalkan kebiasaan rokoknya.
4 . Bersih fisik dan pakaian.
Etika seorang
muslim terhadap dirinya yang berikutnya adalah membersihkan fisik dan juga
pakaiannya. Karena fisik kita memiliki hak untuk dibersihkan dan memakai
pakaian yang bersih. Dalam masalah bersih fisik, terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan:
Bersih mulut dan gigi.
Islam sangat
menganjurkan kebersihan gigi dan mulut. Karena kedua hal ini merupakan hal yang
akan sangat berkaitan dengan orang lain. Ketika gigi dan mulut kita tidak
bersih bahkan bau, maka pasti akan memiliki pengaruh negatif terhadap orang
yang menjadi lawan bicaranya. Oleh karena itulah, Rasulullah SAW mengatakan
kepada kita:
"Sekiranya
tidak memberatkan bagi umatku, sungguh akan aku perintahkan mereka untuk
bersiwak setiap kali hendak shalat." (HR. Bukhari Muslim).
Bahkan dalam
hadits lain, Rasulullah SAW menerangkan mengenai dampak negatif yang
ditimbulkan dari ketidak bersihan mulut dan gigi. Beliau mengatakan:
Rasulullah
SAW bersabda, "Barang siapa yang memakan bawang merah, bawang putih dan yang
sebangsa bawang, maka hendaknya mereka jangan mendekati masjid kami ini. Karena
sesungguhnya para malaikat 'terganggu' dengan baunya tersebut, sebagaimana
terganggunya anak cucu adam." (HR. Muslim)
Bersih rambut.
Selain mulut dan
gigi, Islam juga menganjurkan kita agar senantiasa membersihkan rambut. Karena
rambut juga memiliki hak untuk dibersihkan. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW
bersabda:
Dari
Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, 'Barang siapa yang memiliki rambut,
maka hendaklah ia memuliakan rambutnya tersebut." (HR. Abu Daud)
Adapun cara untuk
memuliakan rambut, diantaranya adalah dengan senantiasa membersihkannya,
menyisirnya yang rapi serta merawatnya. Dalam sebuah riwayat Imam Malik,
Rasulullah SAW suatu ketika sedang berada dalam masjid. Kamudian tiba-tiba
masuklah seorang pemuda yang rambut dan jenggotnya acak-acakan. Kemudian
Rasulullah SAW memerintahkannya dengan isyarat agar ia membersihkan rambut dan
jenggotnya tersebut. Pemuda itupun kembali pulang, lalu kembali ke masjid dalam
keadaan rambut dan jenggotnya yang telah tersisir rapi. Melihat hal tersebut
Rasulullah SAW mengatakan, 'bukankah yang demikian lebih baik, dari pada
seseorang datang ke masjid dalam kondisi rambut dan jenggotnya acak-acakan,
seperti syaitan?'
Bersih badan.
Hal ini terbukti
dengan diperintahkannya kita untuk senantiasa membersihkan diri kita dengan
mandi. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW berasbda:
Rasulullah
SAW bersabda, 'Mandilah kalian pada hari jum'at. Bersihkanlah kepala kalian,
meskipun tidak sedang junub. Dan sentuhlah dengan wewangian. (HR. Bukhari)
Bersih pakaian.
Jasad atau fisik
kita, juga memiliki hak untuk mendapatkan pakaian yang bersih dan sehat.
Pakaian disamping untuk menutupi aurat, namun juga menjaga dirinya dari
penyakit-penyakit yang terkait dengan pakaian, seperti gatal-gatal, jamur dan
lain sebagainya.
Dari
Jabir ra, beliau berkata, suatu ketika rasulullah SAW berziarah mengunjungi
kami. Lalu beliau melihat seseorang yang memakai pakaian yang kotor. Beliau
berkata, 'Tidakkah ada yang dapat menyucikan bajunya?' (HR. Ahmad dan Nasa'I)
Berpenampilan rapi
Berpenampilan
rapi juga merupakan salah satu sunnah Rasulullah SAW. Sehingga seseorang akan
terlihat terhormat di mata orang lain. Dalam sebuah riwayat dikisahkan ketika
Rasulullah SAW dan para sahabatnya sedang berpergian mendatangi saudara mereka,
Rasulullah SAW mengatakan:
Kalian
akan tiba mendatangi saudara kalian. Oleh karena itu, rapikanlah bawaan kalian
dan rapikanlah pula pakaian kalian. (HR. Abu Daud)
Berpenampilan
rapi seperti ini juga merupakan sunnah para sahabat. Bahkan terkadang ada
diantara mereka yang membeli pakaian yang relatif mahal, untuk kemudian
digunakannya. Seperti Ibnu Abbas pernah membeli pakaian seharga seribu dirham,
lalu beliau mengenakannya. (Hilyatul Aulia' I/ 321). Demikian juga dengan
Abdurrahman bin Auf, yang pernah memakai burdah
seharga lima
ratus atau empat ratus (Thabaqat Ibnu Sa'd III/131). Dan berpenampilan rapi
serta mengenakan paiakan yang baik, sesungguhnya tidak identik dengan
kesombongan. Karena kesombongan adalah mengingkari kebenaran dan meremehkan
manusia.
B.Terhadap
Akalnya.
Sebagaimana
fisik, akal memiliki hak yang harus kita tunaikan. Akal juga membutuhkan
'makanan', sebagaimana fisik membutuhkannya. Namun kebutuhan tersebut jelas
berbeda dengan kebutuhan fisik. Oleh karenanya, kita perlu memberikan porsi
kepada kita, sebagaimana kita memberikannya pada fisik. Berikut adalah diantara
hal-hal yang harus kita tunaikan terhadap akal kita:
Menuntut ilmu sebagai kewajiban dan kemuliaan bagi setiap
muslim .
Hal pertama yang harus kita
lakukan bagi setiap muslim terhadap akalnya adalah dengan mengisinya dengan
ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Karena disamping sebagai suatu kewajiban,
belajar juga merupakan kemuliaan tersendiri bagi dirinya. Karena Allah SWT
senantiasa akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu. Dalam Al-Qur'an
Allah mengatakan (QS. 35 : 28) :
"Bahwasanya
orang-orang yang takut kepada Allah, hanyalah para ulama (orang yang
berilmu)"
Kemuliaan ini
juga telah terwujud, meskipun ketika ia baru dalam proses belajar guna menuntut
ilmu sendiri. Dalam sebuah riwayat dikisahkan:
"Suatu
ketika Safwan bin Assal al-Maradi mendatangi Rasulullah SAW yang sedang berada
di masjid. Safwan berkata, Ya Rasulullah SAW, aku datang untuk menuntut ilmu.
Rasulullah SAW menjawab, 'selamat datang penuntut ilmu. Sesungguhnya orang yang
menuntut ilmu akan dikelilingi oleh para malaikat dengan sayap-sayapnya.
Kemudian mereka berbaris, sebagian berada di atas sebagian malaikat lainnya,
hingga sampai ke langit dunia, karena kecintaan mereka terhadap penuntut
ilmu." (HR. Ahmad, Tabrani, Ibnu Hiban dan Al-Hakim)
Menuntut ilmu hingga akhir hayat.
Terkadang manusia
sering puas, manakala telah mencapai tingkatan tertentu dalam dunia pendidikan.
Padahal sesungguhnya dalam Islam bahwa proses belajar mengajar merupakan proses
yang tiada mengenal kata henti. Karena pada hakekatnya semakin seseorang
mendalami ilmu pengetahuan, maka semakin pula ia merasa kurang dan kurang.
Salah seorang salafuna shaleh bernama ibnu Abi Gassan – sebagaimana
diriwayatkan oleh ibnu Abdil Bar – berkata :
Engkau
akan tetap menjadi orang yang berilmu, manakala senantiasa masih mencari ilmu.
Namun apabila engkau telah merasa cukup, maka jadilah dirimu orang yang
bodoh."
Yang harus dipelajari oleh setiap muslim.
Minimal sekali,
setiap muslim perlu mempelajari hal-hal yang memang sangat urgen dalam
kehidupannya. Menurut Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi (1993 : 48), hal-hal yang
harus dikuasai setiap muslim (yang bukan spesialisasi syari'ah) adalah :
Al-Qur'an, baik dari segi bacaan, tajwid dan tafsirnya; kemudian ilmu hadits;
sirah dan sejarah para sahabat; fikih terutama yang terkait dengan permasalahan
kehidupan, dan lain sebagainya.
Spesialisasi
Namun demikian,
setiap muslim juga harus memiliki bidang spesialisasi yang harus ditekuninya.
Spesialisasi ini tidak harus bersifat ilmu syariah, namun bisa juga dalam
bidang-bidang lain, seperti ekonomi, tehnik, politik dan lain sebagainya. Dalam
sejarahnya, banyak diantara generasi awal kaum muslimin yang memiliki
spesialisasi dalam bidang tertentu.
Mempelajari bahasa asing
Mempelajari
bahasa asing juga merupakan suatu kebutuhan yang penting. Apalagi manakala
bahasa tersebut merupakan bahasa resmi dalam ilmu pengetahuan seperti bahasa
Inggris dan bahasa Arab, untuk bidang keislaman. Dalam sebuah riwayat
dikisahkan:
Dari
Zaid bin Tsabit ra, bahwa Rasulullah SAW berkata padanya, 'Wahai Zaid,
pelajarilah untukku tulisan Yahudi. Karena sesungguhnya aku demi Allah tidak
yakin tulisanku pada orang yahudi.' Zaid mengatakan, lalu aku mempelajarinya.
Dan belum genap setengah bulan berlalu, aku telah dapat menguasai bahasa
Yahudi. Aku senantiasa menulis surat
Rasulullah SAW, ketika beliau ingin menujukannya pada mereka. Akupun membacakan
surat mereka pada
Rasulullah SAW. (HR. Turmudzi)
C.Terhadap Hatinya/
Ruhiyahnya.
Hati juga
merupakan unsur penting dalam diri setiap insan, yang memiliki hak yang sama
sebagaimana akal dan fisik. Hati membutuhkan makanan sebagaimana akal dan fisik
membutuhkannya. Oleh karena itulan, setiap muslim dituntut untuk memberikan
porsi yang sama terhadap ruhiyahnya sebagaimana ia telah memberikan pada fisik
dan akalnya. Berikut adalah beberapa hal yang patut direalisasikan seorang
muslim terhadap ruhiyahnya.
1.
Mengisi ruhiyahnya dengan ibadah.
Ibadah merupakan
makanan pokok bagi hati dan ruhiyah kita. Bahkan makanan ruhiyah ini tidak
memiliki batasan kuantitas. Semakin banyak ibadah seseorang, semakin ia rindu
untuk melaksanakan ibadah lainnya. Semakin ia dekat dengan Allah, semakin ia
ingin lebih dekat dan dekat lagi. Berbeda dengan makanan fisik, dimana paling
banyak seseorang dapat memakan dua sampai tiga piring untuk sekali makannya.
Makanan ruhiyah ini akan dapat membersihkan hati dan menentramkan jiwa.
Seseorang yang memiliki kualitas ibadah yang baik, ia akan senantiasa merasa
tenang, sejuk dan damai. Ibadah-ibadah yang harus dilakukannya, selain yang
wajib adalah yang sunnah. Diantaranya adalah, memperbanyak membaca dan
mentadaburi Al-Qur'an, shalat lail, shadaqah, mendatangi majlis-majlis ilmu,
tafakur alam dan lain sebagainya.
2.
Mengikatkan diri dengan tempat-tempat dan teman yang
menambah keimanan.
Dalam sebuah
hadits Rasulullah SAW pernah mengatakan, bahwa kadar keislaman seseorang itu,
seperti kadar keislaman teman akrabnya. Maka hendaklah seseorang memperhatikan
siapa yang akan dijadikan temannya." (HR. Turmudzi & Abu Daud). Karena
teman dan lingkungan memiliki pengaruh yang tidak sedikit terhadap kadar
keimanan seseorang. Orang yang bergaul dengan teman-temannya yang shaleh, maka
sedikit banyak akan mempengaruhi dirinya untuk menjadi orang shaleh. Demikian
juga sebaliknya, jika ia berteman dengan mereka-mereka yang suka mabok-mabokan,
judi dan lain sebagainya, maka sedikit banyak ia akan terpengaruh dan akan
terbawa pada kebiasaan teman-temannya. Dalam Al-Qur'an Allah berfirman (QS. 18
: 28) :
"Dan
bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi
dan senja hari dengan menharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu
berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan
janganlah kamu mengkuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati
Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati
batas."
3.Memperbanyak dzikir kepada Allah SWT.
Dzikir merupakan
penguat ruhiyah seorang muslim yang sangat efektif. Dzikir juga secara langsung
dapat menentramkan jiwa pembacanya. Bahkan dengan dzikir inilah, yang
membedakan apakah hati seseorang itu hidup atau mati. Dalam sebuah hadits
Rasulullah SAW bersabda:
Dari
Abu Musa ra, Rasulullah SAW bersabda, 'Perumpamaan orang yang berdzikir kepada
Allah dengan orang yang tidak berdzikir adalah seumpama orang yang hidup dan
orang yang mati." (HR. Bukhari)
Oleh
karenanyalah, setiap muslim seyogyanya senantiasa membiasakan diri dengan
dzikir kapanpun dan dimanapun mereka berada. Minimal sekali, dzikir-dzikir
pengiring aktivitas tertentu, seperti dzikir hendak makan, sesudah makan, mau
tidur, ke kamar mandi dan lain sebagainya. Dzikir akan lebih baik lagi manakala
kita membiasakan membaca dzikir-dzikir pagi dan petang, sebagaimana yang sering
dibaca oleh Rasulullah SAW. (sumber)
Semoga bermanfaat Akhlak Terhadap Diri Sendiri Dalam Islam ini